Sulut Times, Jakarta : Undang-Undang Nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen (UUGD) dinilai memiliki banyak kelemahan.
Keinginan DPD untuk menginisiasi penyusunan draf revisi UUGD mendapat dukungan dari kalangan pelaku dunia pendidikan.
Dekan FKIP Universitas Bengkulu Profesor Sudarwan Danim ketika menjadi nara sumber dalam acara Rapat Dengar Pendapat bersama anggota Komite III DPD RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (31/01/2019) menyampaikan dukungan atas rencana DPD RI melakukan revisi UUGD.
“UUGD kalau mau ditelaah secara mendalam memang memiliki banyak kekurangan. Misalnya aturan mengenai tunjangan fungsional guru, yang dalam UUGD tidak dijabarkan secara jelas dan komprehensif,” kata Sudarwan dalam RDP di ruang Komite III DPD RI.
Dijelaskannya, UUGD juga belum memberikan perlindungan hukum yang memadai kepada para guru dalam menjalankan profesinya.
Aspek perlindungan guru ini semakin lemah setelah lahirnya UU Perlindungan Anak.
“Banyak guru sekarang dipidanakan hanya karena memberi sanksi kepada siswa anak-anak yang tidak disiplin. Nah di dalam UUGD ini tidak ada aturan yang melindungi guru ketika menjalankan tugas untuk mendidik anak dengan memberikan sanksi, yang sebenarnya saksi itu diberikan masih dalam koridor mendidik,” terangnya.
Sudarwan menjelaskan, untuk meningkatkan kualitas pendidikan dibutuhkan juga aspek perlindungan hukum kepada para guru. Sebab, dalam mendidik siswa agar menjadi manusia yang berguna, kadang kala guru juga memberikan sanksi hukuman yang bisa saja ditafsirkan melanggar aturan pidana.
“Guru memberikan sanksi fisik sebenarnya wajar asalkan untuk tujuan positif. Yang tidak diperbolehkan kalau guru menganiaya siswa,” cetusnya.
Dia menambahkan, UUGD yang ada saat ini juga tidak mengatur mengatur mengenai sanksi pidana, sebagaimana yang ada dalam UU profesi lain.
“Banyak sebenarnya hal-hal yang perlu diperbaiki kalau kita mau menciptakan UUGD yang ideal,” katanya.
Dalam kesempatan ini, Sudarwan juga menerangkan bahwa untuk mewujudkan peningkatan kualitas guru, diperlukan juga perhatian mengenai masalah kesejahteraan. Guru Indonesia dinilainya perlu mendapat kenaikan standar minimum gaji agar bisa meningkatkan kualitas dalam menjalankan profesinya.
“Wajar selama ini dunia pendidikan di negara kita kurang maju, hal ini terjadi mungkin karena belum terjaminnya kesejahteraan para guru,” ujarnya.
Sudarwan membeberkan, tidak mungkin suatu negara akan maju apabila pemerintahnya tidak mau berinvestasi mengeluarkan dana besar untuk mensejahterakan guru. “Siswa berkualitas dibentuk oleh guru yang baik pula. Investasi mensejahterakan guru jangan dilihat secara jangka pendek, tapi harus jangka panjang,”katanya.
Namun, dia berharap, para guru di daerah khususnya tidak patah semangat, kendati belum mendapatkan perhatian dari pemerintah. “Revisi UUGD diharapkan bisa mendatangkan angin segar bagi guru yang selama ini masih belum sejahtera.
Anggota Komite III DPD RI Ir Stefanus BAN Liow mengakui, kesejahteraan guru di daerah belum cukup diperhatikan.
Bahkan banyak guru honorer yang dibayar ala kadarnya. “Dalam UUGD sekarang aturan-aturan untuk meningkatkan kesejahteraan guru belum tergambar dengan jelas,” katanya.
SBANL sapaan akrab Senator Indonesia dari Provinsi Sulawesi Utara berharap, content revisi UUGD ke depan lebih memperhatikan upaya untuk mewujudkan kesejahteraan guru, dan perlindungan hukum kepada guru dalam menjalankan profesinya.
“Selain mensejahterakan guru kami juga ingin agar perubahan UUGD nanti bisa memberikan perlindungan hukum kepada guru dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar,” harap Ketua Komisi Pelayanan Pria/Kaum Bapa Sinode GMIM ini.
Lebih lanjut SBANL berharap, ke depan ada kenaikan gaji atau tunjangan guna meningkatkan kesejahteraan guru.
“Tidak ada negara yang rugi karena investasi besar di dunia pendidikan. Justru yang ada negara akan maju kalau guru sejahtera,” pungkasnya.
Komentar