Sulut Times, Bitung : Hujan lebat mengguyur Kota Bitung selama kurang lebih 1 jam (Minggu, 08/12/2019).
Meskipun hanya selama kurang lebih 1 jam, dampak yang ditimbulkan sangatlah dirasakan sejumlah warga di Kelurahan Kakenturan 1 Kecamatan Maesa.
Sejumlah rumah warga setempat, terkena banjir lumpur hingga betis kaki orang dewasa.
Berty Allan Lumpouw Tokoh Masyarakat Kelurahan Kakenturan 1 mengatakan, musibah banjir lumpur ini baru kali ini terjadi.
“Sebelumnya pernah terjadi banjir, tetapi bukan banjir lumpur seperti sekarang ini” ungkap Ketua Umum Ormas Kristen Laskar Benteng Indonesia (OKLBI).
Menurut Lumempouw, musibah banjir yang terjadi atau dialami sebanyak dua kali oleh sejumlah masyarakat di Kelurahan Kakenturan 1 disebabkan pembangunan Jalan Tol Manado Bitung.
“Selama ini Kelurahan Kakenturan 1 tidak pernah mengalami namanya banjir apalagi banjir lumpur. Namun setelah adanya pembangunan Jalan Tol tersebut, musibah banjir sudah dua kali dialami. Yang terparah hari ini, bukan banjir air tapi lumpur”, ungkap Lumempouw.
Sebelum musibah banjir lumpur terjadi, Lumempouw bersama masyarakat di Kelurahan Kakenturan 1 sudah melaporkan musibah banjir yang pertama kali terjadi ke Pemerintah Kota Bitung melalui Pemerintah Kelurahan dan telah diteruskan ke pihak PT. PP.
Namun sayang hingga terjadi kembali musibah banjir (banjir lumpur-red) hari ini tidak pernah ditanggapi dan bahkan pihak perusahaan terkesan cuek atau tidak peduli dengan musibah yang dialami sejumlah masyarakat di Kakenturan 1.
“PT. PP perusahaan yang dipercayakan Pemerintah Pusat untuk membangun Jalan Tol tidak memikirkan dampak yang bakal terjadi kedepan. Buktinya, Pohon – pohon penyangga tanah dirobohkan dan Drainase atau saluran air ditutup. Akibatnya, inilah yang terjadi”, ucap Lumpouw dengan nada dan raut wajah kecewa sekaligus marah dengan sikap perusahaan.
Seharusnya menurut Pembina Garda Tipikor Indonesia Sulut ini, Pihak Perusahaan turun langsung untuk melihat kondisi yang dialami masyarakat. Ini tanggung jawab mereka”, tegasnya.
Namun musibah banjir pertama saja pihak perusahaan tidak ada sama sekali itikad baik untuk membantu meringankan beban masyarakat Kakenturan 1 yang terkena banjir.
“Musibah banjir pertama kali saja perusahaan tidak ada itikad baik kepada kami masyarakat. Proyek Jalan Tol ini bukan untuk mensejahterakan masyarakat tetapi justru menyengsarakan masyarakat”, ujarnya.
Dalam. permasalahan ini masyarakat tidak. menyalahkan pemerintah daerah karena proyek ini adalah program Pemerintah Pusat.
“Saya dan kami masyarakat tidak menyalahkan Pemerintah Daerah, tetapi menyalahkan pihak perusahaan. Karena mereka tidak mempunyai kepedulian sama sekali dengan apa yang dialami oleh sejumlah masyarakat di Kelurahan Kakenturan 1”, ungkapnya.
Berty dan masyarakat Kakenturan 1 yang menjadi korban bamjir berharap agar Pemerintah Daerah untuk turun langsung membantu mencarikan solusi atau jalan keluar dengan permasalahan yang dialami mereka saat ini.
Sebab, banyak perabotan rumah dan barang elektronik yang rusak akibat musibah banjir, serta kebutuhan hidup korban banjir.
“Perabotan rumah dan barang elektronik kami banyak yang rusak akibat banjir. Belum lagi kami harus membersihkan rumah kami. Tidak masih bagi yang mempunyainuang lebih, tetapi bagi yang tidak bagaimana. Sementara pihak perusahaan tidak punya kepedulian sama sekali. Musibah banjir pertama saja tidak ada bantuan dari pihak perusahaan, belum lagi ditambah kerugian yang terjadi sekarang ini”, pungkasnya.
Pembangunan Jalan Tol Manado Bitung bukan kali ini membulkan masalah dengan masyarakat.
Sebelumnya, Para Pencinta dan Aktivis Lingkungan di Kota Bitung juga mengeluhkan pembangunan Jalan Tol Manado Bitung.
Mereka bukan menolak tetapi hanya minta pihak perusahaan untuk menggeser pembangunan jalan tersebut sejauh 200 meter dari lokasi7 awal karena tepat melewati Hutan Adat Danowudu dimana lokasi tersebut terdapat mata air Aerujang.yamg menjadintumouan masyarakat Danowudu dan sekitarnya serta ribuan pelanggan PDAM Kota Bitung yang bermukim di Pusat Kota.
Sayang permintaan para Pencinta dan Aktivis Lingkungan Kota Bitung sama sekali tidak digubris pihak Perusahaan.
Akibatnya, dari 7 lubang mata air yang ada di mata air Aerujang Danowudu sekarang ini tinggal 2 lubang yang mengeluarkan air.
Kondisi ini membuat para Pencinta dan Aktivis Lingkungan di Kita Bitung menyerukan #Save Aerujang di Media Sosial sebagai upaya mereka untuk melindungi dan menghindarkan mata air Aerujang Danowudu dari Kerusakan bahkan Kepunahan.
Komentar