Rawan Terorisme, Pulau Terluar dan Wilayah Perbatasan di Perketat

Sulut Times, Manado : Badan Keamanan Laut (Bakamla) Zona Maritim Tengah mengikuti kegiatan Diskusi Penguatan Kapasitas Personel TNI/Polri dan Instansi Terkait dalam Rangka Mendukung Penanggulangan Terorisme di Wilayah Perbatasan dan Pulau Terluar di Hotel Aston Manado, Jl. Ahmad Yani Manado, Rabu (11/03/2020).

Deputi Bidang Penindakan & Pembinaan Kemampuan BNPT, Irjen Pol Drs. Budiono Sandi, S.H, M, Hum, saat membuka kegiatan diskusi mengatakan daerah Sulawesi Utara menjadi perhatian kamin merupakan wilayah rawan dalam pelintasan barang maupun terorisme .

banner 970x250

“Wilayah Sulawesi Utara merupakan salah satu wilayah rawan dalam perlintasan barang maupun pelaku terorisme , wilayah ini berbatasan langsung dengan Filipina, dimana jaringan teroris diwilayah perbatasan ini diantaranya Kelompok-kelompok teror yang berafliasi dengan Abu Sayyaf, Maute dan Jamaah Islamiyah sejak kekalahan ISIS di Irak dan Suriah, mereka mulai memindahkan pusat aktivitasnya ke berbagai wilayah dimana salah satunya adalah Marawi, Filipina Selatan sehingga menjadikan wilayah tersebut dan sekitarnya menjadi rawan aksi terorisme” ujarnya

Baca Juga  Kajati Sulut Sosialisasikan UU No 40 Tahun 2004 Tentang Jaminan Sosial Masyarakat

Terkait pelaksanaan penanggulangan terorisme di laut, Bakamla Zona Maritim Tengah melaksanakan patroli secara berkala dengan melibatkan unsur kapal patroli sebanyak dua unit yang beroperasi di wilayah perairan Laut Sulawesi hingga ke selat Bali dan Nusa Tenggara Barat (NTB). Selain itu juga, pertukaran informasi lintas instansi terkait dilakukan untuk mengatisipasi kegiatan ilegal fishing yang juga berpotensi menyelundupkan benda mencurigakan maupun senjata api dari perairan Filipina Selatan.

Dalam kesempatan tersebut, Kabid Operasi (Kabidops), Kolonel Bakamla Ahmad Muharam mengatakan peningkatan koordinasi yang ketat agar dapat meminimalisir bentuk ancaman dan kejadian teroris.

“Perlunya peningkatan koordinasi yang ketat dan sinergi antar pemegang kebijakan (stakeholder) terkait penanganan terorisme yakni, antara aparat yg berwenang di darat dan aparat yang berwenang di laut untuk meminimalisir bentuk kejadian dan ancaman terorisme di laut baik dalam bentuk penculikan-penculikan yg kerap terjadi dilakukan oleh Abu Sayyaf Grup (ASG) maupun jalur perlintasan para pelaku terorisme melalui jalur laut.”pungkasnya

Baca Juga  Bangun Sulut, Pemerintah Pusat Kucurkan Dana Rp 773 Miliar

Garis besar kebijakan penanggulangan terorisme di Indonesia adalah menyeimbangkan pendekatan Lunak (soft approach) dan keras (hard apporoach). Dalam Undang-Undang No.5 Tahun 2018, pendekatan lunak difokuskan pada upaya pencegahan yang dilaksanakan melalui kesiapsiagaan nasional, Deradikalisasi dan kontra radikalisasi. Terkait pendekatan keras (hard approach), indonesia memfokuskan pada penegakan hukum yang memperhatikan prinsip-prinsip Hak Asasi Manusia (HAM).

Acara diskusi yang diinisiasi oleh Badan Penanggulangan Teroris (BNPT) ini berlangsung selama 2 (dua) hari dari tanggal 11 s.d 12 Maret 2020, dan dihadiri oleh 120 (seratus dua puluh) orang peserta, terdiri dari personel Bakamla Zona Maritim Tengah yang diwakili oleh Kabid Operasi (Kabidops), Kolonel Bakamla Ahmad Muharam beserta 5 (lima) Perwira dan 2 (dua) Anak Buah kapal, perwakilan dari Lantamal VIII, Kodam XIII Merdeka, Lanud Samratulangi, Polda Sulut, Kesbangpol Sulut, Kanwil Bea Cukai Manado, Kemenkumham, Pelindo serta pihak Angkasa Pura Manado. (ZMTh/WMK)

(Visited 17 times, 1 visits today)

Komentar